Lanjut ke konten

INGIN SEPERTI IBU ITU….

April 17, 2012

from playitsmartorbit.org

Saat perjalanan Jakarta – Ho Chi Minh City, dalam pesawat yang hendak tinggal landas, para awak pesawat sedang memperagakan standard keselamatan penerbangan. Walaupun sudah sering dan (kadang) bosan, selalu saya paksakan untuk melihat dan memperhatikan peragaan ini. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dan sering kali hal yang dianggap sepele dalam keadaan normal bisa menjadi tidak sepele dalam keadaan darurat. Atas dasar itulah saya memaksakan mendengar dan memperhatikan segala peragaan keselamatan penerbangan.

Tiba-tiba terdengar tangisan anak kecil. Makin lama makin keras. Konsentrasi saya pecah karena suara penjelasan awak kabin jadi tidak terdengar. Sampai peragaan keselamatan selesai, tangisan si anak berumur sekitar 5 tahun itu tak juga reda. Malah makin keras. Beberapa penumpang mulai terlihat tidak nyaman. Mereka mencari sumber suara dan mengalihkan pandangan ke arah si anak yang berusaha keras ditenangkan oleh ibunya. Penumpang yang duduk di kursi depan, menoleh ke belakang seperti memberi pressure tambahan buat si ibu. Tolehan para penumpang ini, walau tak terucap, namun bisa diartikan, “Diam dong…berisik nih!”

Dua orang gadis petualang yang duduk di samping saya, yang sebelumnya asyik membaca dan membuka-buka traveling book Lonely Planet, mulai tidak sabar. “Ssssst…..!” kata mereka beberapa kali. Saya yang duduknya tiga deret di belakang anak yang menangis memperhatikan perjuangan si ibu menenangkan anaknya yang seolah tak mengerti kemauan ibunya. Ia tetap menangis. Tetap keras. Seorang penumpang yang yang duduk di depan sampai berucap, “Dikasih minum, Mbak…!” Penumpang itu pede betul bahasanya akan dimengerti oleh ibu si anak yang ternyata orang Vietnam. Hehe….kecele dengan muka orang Asia Tenggara yang memang mirip-mirip? Atau mungkin keceplosan karena mulai jengkel pada si anak? Emosi, kemarahan memang kadang membuat orang lepas kendali dan tidak berpikir panjang.

Dan saya masih melihat perjuangan si ibu menenangkan anaknya. Mukanya merah menahan marah. Bersabar sebisa mungkin. Saya bisa merasakan betapa tidak nyamannya ia. Tolehan  atau celetukan para penumpang tentulah tekanan luar biasa pada dirinya. Tapi ia terus berusaha, tidak menyerah, sampai akhirnya si anak diam. Tidak nangis lagi.

Melihat perjuangan si ibu menenangkan anaknya, kok saya jadi ingat diri sendiri. Terkait dengan pekerjaan, sungguh betapa tiga bulan terakhir ini adalah tiga bulan yang sangat berat. Kelelahan secara fisik dan mental mendera luar biasa. Pekerjaan seolah tak pernah selesai. Masalah muncul silih berganti seolah sedang jatuh cinta sama saya. Nempel terus kayak perangko. Dan pressure pun datang dari sana-sini. Pertanyaan-pertanyaan (menohok)pun muncul bertubi-tubi. Saya sampai sangat “alergi” dengan email. Email adalah sesuatu yang menakutkan karena berisi pertanyaan-pertanyaan yang tidak semuanya mampu saya jawab. Pekerjaan, masalah, tekanan, ketakutan adalah hal yang bisa membuat kita “gila”, tak berpikir jernih, kehilangan fokus, dan kehilangan akal. Bagaimana dengan anda? Apakah pernah mengalami hal yang sama?

Belajar dari apa yang dilakukan si ibu, hal seperti masalah, pressure, ketakutan harus dihadapi dengan kesabaran. Kekuatan mental diperlukan untuk mengatasi tekanan di sekelilingnya. Si ibu jelas tak pernah berharap anaknya meraung-raung tak karuan. Ia tidak menghindar tapi memilih menghadapi masalah tersebut sampai tuntas.

Hal yang tidak diinginkan bisa datang sewaktu-waktu walau kita tidak diharapkan. Yang diperlukan adalah tetap fokus dan berusaha terus menerus. Pasti perlu waktu. Akan ada harga yang harus dibayar. Dan ia membuktikan, si anak akhirnya diam. Penumpang pesawat lainnya akhirnya tenang. Tidak protes lagi. Usahanya tidak sia-sia. Avoiding problem is not solution. Receive it, face it, and solve it.

Di kursi pesawat, sambil memantapkan hati, saya berujar pelan, “Saya ingin seperti ibu itu.”

 

Saigon Park Resort, Vietnam, 17 April 2012

 

PS:

Setelah si anak berhenti menangis, gantian kabin jadi berisik karena bersin seorang bapak yang seolah tak berhenti. Bersinnya ada mungkin sekitar 15 kali. Dalam hati saya berkata, “Saya tidak ingin seperti bapak itu….”

5 Komentar leave one →
  1. Juni 17, 2012 12:37 pm

    good posting pak sofyan. kadang kita suka tidak sabar menghadapi masalah dan cenderung lari.tapi pasti masalah tetap akan datang dalam bentuk apa pun. Jadi ya sudah lakoni saja.

  2. tutut widiastuti permalink
    Oktober 17, 2012 7:29 am

    mungkin anak itu berhenti menangis karena kelelahan fad..hehe
    positifnya, ibu itu mau bersabar sampai anak itu diam..ya dengan usaha juga sih..namanya juga menghadapi anak-anak
    saya setuju sekali, bahwa nilai yang bisa diambil dari ibu itu adalah kesabarannya..
    karena jelas konteksnya beda ya fad, naluri seorang ibu mengahadapi buah hatinya yang jelas punya hubungan darah dan ikatan batin, dengan emosi atau naluri kita saat menghadapi tekanan pekerjaan yang tidak punya ikatan batin apapun dengan kita..jadi manusiawi saat kita kadang mendahulukan emosi kalau sudah overload..
    anyway, posting ini sangat bermanfaat.. :)..sebagai seorang ibu dan PNS di dinas kabupaten, saya suka ini..

    • Oktober 17, 2012 6:56 pm

      Kalau kata Aa Gym, “Kuncinya pengendalian diri” 🙂

      Thanks, Tut commentnya.

      • Ismedy permalink
        Mei 2, 2014 8:29 am

        Sepertinya menurut Zainudin M.Z.

Tinggalkan komentar